Rabu, 30 Juni 2010

Tolak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL)

Melalui persetujuan DPR, mulai 1 Juli 2010 pemerintah akan menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang besarnya berkisar antara 6-20%. Hanya dua kelompok yang tidak mengalami kenaikan, yakni pelanggan rumah tangga kecil dengan daya 450-900 VA karena dianggap tidak mampu serta pelanggan dengan daya di atas 6.600 VA karena sudah membayar TDL sesuai harga pasar.

Seperti yang sudah-sudah, alasan yang dikemukakan pemerintah adalah untuk mengurangi beban subsidi. Dengan kenaikan TDL ini, diharapkan bisa dihemat dana pemerintah sebesar sekitar Rp 5 triliun. Meski tidak semua golongan pemakai akan dinaikkan, tapi kenaikan TDL ini pasti tetap saja akan makin menyulitkan kehidupan masyarakat luas. Biaya hidup pasti akan bertambah karena harga barang dan jasa pasti juga akan ikut naik. Kadin menghitung, dengan kenaikan TDL antara rata-rata sekitar 10% ini, akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi sekitar 33%, yang tentu akan menaikkan harga jual barang. Para produsen dengan alasan kenaikan bahan baku akan menaikan harga jual produk. Dan akhirnya pasti akan menyebabkan multiplier efect yang bermuara pada kenaikkan harga dan penurunan daya beli masyarakat dan berujung pada penurunan produksi yang berdampak pada pemutusan hubungan karyawan/pengangguran.

Berkenaan dengan hal tersebut, seharusnya kita semua menyatakan:

1.Menolak rencana kenaikan harga TDL itu karena hal itu tidak sesuai dengan prinsip yang benar dalam pengelolaan sumber energi nasional serta akan semakin membebani kehidupan masyarakat yang kebanyakan telah hidup dalam kesusahan. Sumber energi, termasuk listrik, adalah milik umum yang oleh karena itu rakyat berhak untuk mendapatkannya secara murah atau cuma-cuma. Rasulullah saw menyatakan: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.”(HR. Abu Daud). Termasuk dalam api disini adalah energi berupa listrik.
2.Menaikkan TDL bukanlah jalan yang tepat karena sesungguhnya masih banyak cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi apa yang disebut besarnya subsidi itu. Yakni, Pertama meningkatkan efisiensi pengelolaan PLN dan mengurangi kebocoran serta korupsi. Kedua, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin pembangkit dual firing yang dimilik oleh PLN dengan menambah pasokan gas. Bila cara ini dilakukan, penghematan yang bisa dilakukan oleh PLN dibanding dengan menggunakan BBM bisa mencapai Rp 50 triliun. Oleh karena itu, produksi gas yang ada harus diprioritaskan bagi konsumsi dalam negeri khususnya untuk listrik dan pabrik pupuk. Kebijakan porsi kuota gas untuk eskpor lebih besar dari pada untuk alokasi dalam negeri, seperti yang terjadi pada gas Donggi Senoro dimana 70% ditetapkan untuk ekspor sementara sisanya untuk dalam negeri jelas tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip pengelolaan energi yang benar tadi.
3.Alokasi gas Donggi Senoro yang lebih besar untuk ekspor di tengah kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, serta swastanisasi pembangkit listrik yang membuat harga listrik terus meningkat adalah bukti dari praktek-praktek kotor para pejabat negara yang berkolusi dengan para pengusaha. Ini pula fakta dari apa yang disebut Corporate State atau Negara Korporasi yang dikendalikan oleh simbiosis antara penguasa dan pengusaha. Dalam negara semacam ini, keputusan politik dibuat bukan sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan mereka sendiri dalam rangka meraup dana bagi kepentingan politik mereka guna meraih kekuasaan yang lebih besar, lebih tinggi dan lebih lama lagi. Dalam negara semacam ini, UU dan peraturan-peraturan, seperti UU Migas yang penuh keanehan itu dibuat untuk memuluskan kepentingan itu. Dalam UU Migas terdapat ketentuan bahwa produksi migas paling sedikit 25% untuk kepentingan dalam negeri. Itu artinya, produksi migas bisa hanya 25% yang disalurkan ke dalam negeri, selebihnya untuk ekspor. Dan itu pula yang dijadikan dasar oleh pemerintah ketika memutuskan alokasi gas Donggi - Senoro, yakni 30% dalam negeri dan 70% ekspor.
4.Inilah salah satu praktek kotor yang dilakukan oleh para pejabat dalam sistem sekuler. Ketika syariah Islam dicampakkan, mereka bekerja hanya berdasar prinsip maslahat. Dan ternyata maslahat yang dituju bukan untuk masyarakat banyak tapi untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja. Maka sistem semacam ini harus dihentikan, diganti dengan sistem yang betul-betul bekerja untuk kepentingan semua manusia. Itulah sistem Islam dengan syariahnya yang pasti akan membawa rahmat bagi semua. Insya Allah.

*** Orang Mukmin Tak Penah Stress ***

Kesusahan Dan Kesulitan
Adalah laksana Musim Dingin,Basah Dan Lembab
Tidak Di Sukai Insan
Tetapi sesudah musim sejuklah
Tumbuh Bunga-Bunga Yang Harum
Dan Buah-Buahan Yang Subur

Sebagai hamba Allah, dalam kehidupan di dunia manusia tidak akan luput dari berbagai cobaan, baik kesusahan maupun kesenangan, sebagai sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir. Allah Ta’ala berfirman,

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Qs Al Anbiya’: 35)

Ibnu Katsir –semoga Allah Ta’ala merahmatinya– berkata, “Makna ayat ini yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang beputus asa.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/342, Cet Daru Thayyibah)

Kebahagiaan hidup dengan bertakwa kepada Allah

Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan Hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia
dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu.” (Qs al-Anfaal: 24)

Ibnul Qayyim -semoga Allah Ta’ala merahmatinya- berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan (seperti) hewan yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina (sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin.” (Kitab Al Fawa-id, hal. 121, Cet. Muassasatu Ummil Qura’)

Inilah yang ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya,

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs ِAn Nahl: 97)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Huud: 3)

Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam ayat-ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat.” (Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)

Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan ibadah shalat, yang dirasakan sangat berat oleh orang-orang munafik, sebagai sumber kesejukan dan kesenangan hati, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وجعلت قرة عيني في الصلاة

“Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat.” (HR. Ahmad 3/128, An Nasa’i 7/61 dan imam-imam lainnya, dari Anas bin Malik, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ish Shagiir, hal. 544)

Makna qurratul ‘ain adalah sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati. (Lihat Fatul Qadiir, Asy Syaukaani, 4/129)

Sikap seorang mukmin dalam menghadapi masalah

Dikarenakan seorang mukmin dengan ketakwaannya kepada Allah Ta’ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, maka masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan karena keimanannya yang kuat kepada Allah Ta’ala sehingga membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah Ta’ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya. Dengan keyakinannya ini Allah Ta’ala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs At Taghaabun: 11)

Ibnu Katsir mengatakan, “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/137)
Inilah sikap seorang mukmin dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya yang maha sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allah Ta’ala dalam mengahadapi musibah tersebut. Tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang mukmin.

Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang kafir, maka mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan). Sungguh Allah telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya,

وَلا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لا يَرْجُونَ

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (Qs An Nisaa’: 104)

Oleh karena itu, orang-orang mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan. Akan tetapi, orang-orang mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah Ta’ala.” (Ighaatsatul Lahfan, hal. 421-422, Mawaaridul Amaan)

Hikmah cobaan

Di samping sebab-sebab yang kami sebutkan di atas, ada faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam meringankan semua kesusahan yang dialami seorang mukmin dalam kehidupan di dunia, yaitu dengan dia merenungkan dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah Ta’ala jadikan dalam setiap ketentuan yang diberlakukan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Karena dengan merenungkan hikmah-hikmah tersebut dengan seksama, seorang mukmin akan mengetahui dengan yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah justru untuk kebaikan bagi dirinya, dalam rangka menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Ta’ala.
Semua ini di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah Ta’ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya. Dengan sikap ini Allah Ta’ala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi:

أنا عند ظنّ عبدي بي

“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HSR al-Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675)

Makna hadits ini: Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allah Ta’ala. (Lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)
Di antara hikmah-hikmah yang agung tersebut adalah:

[Pertama]

Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya, yang kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allah Ta’ala. Oleh karena itu, musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut akan meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan hal. 422, Mawaaridul Amaan). Inilah makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143)

[Kedua]

Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang mukmin kepada-Nya, karena Allah Ta’ala mencintai hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan, hal. 424, Mawaaridul amaan) Inilah makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HSR Muslim no. 2999)

[Ketiga]

Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang menjadikannya sangat jauh berbeda dengan keadaan dunia, karena Allah menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hamba tersebut hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan, hal. 423, Mawaaridul Amaan dan Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Uluumi wal Hikam, hal. 461, Cet. Dar Ibni Hazm). Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل

“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HSR Al Bukhari no. 6053)

Penutup

Sebagai penutup, kami akan membawakan sebuah kisah yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim tentang gambaran kehidupan guru beliau, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di zamannya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Allah merahmatinya–. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allah Ta’ala takdirkan bagi dirinya.

Ibnul Qayyim bercerita, “Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada gurunya, Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta’ala), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi bersamaan dengan itu semua, aku mendapati beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat), maka dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” (Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)

Perempuan yang di RINDUKAN??????

Jika kita mendengar dari percakapan sekelompok pria yang membicarakan tentang kriteria seorang perempuan sebagai pendamping dalam hidupnya, pasti banyak sekali yang menjadi kriteria. misalnya saja si A berkata saya mengharapkan seorang wanita yang cantik, menarik, sexy, tapi sholehah. kemudaian si B berkata kalo saya seh cukup pantas disanding buat kondangan. si C berkata kalo saya seh yang lengkap bisa masak pinter dan juga smart. si D kalo saya yg sholehah dan istiqomah, dan masih banyak lagi kriteria yang di idamkan oleh laki2 dalam memilih perempuan sebagai istri yang didambakan mendampingi selamanya.

ada pembelajaran dan renungan ketika membaca perempuan yang dirindukan yaitu : Perempuan yang dirindukan bukanlah perempuan yang berIPK 3,9 atau 4, namun bisa jadi ia adalah perempuan yang secara akademik biasa- biasa saja, kalau memakai istilah sahabat sahabat di kampus nilai standar, artinya tidak harus cumlaude tapi juga gak oneng lah, dia tak pintar tapi cerdas menggunakan akalnya, dia bukan perempuan dengan ambisi berlevel 10 untuk mengalahkan kaum pria dan menjadikan emansipasi kebablasan, karena akalnya cukup cerdas untuk berjihad dengan jalan masing masing, rumahnya adalah madrasah untuk anak anaknya…

Perempuan yang dirindukan adalah perempuan yang memiliki kelembutan Khadijah, ketabahan Fatimah dan kecantikan Aisyah… Perempuan ini kelihatan lemah lembut namun tak ada satu pria yang gagah mampu menjamahnya dengan kekerasan atau paksaan, semua ingin melindunginya karena hijabnya itu loh :) hijabnya adalah tameng napsu, senyum manis tersipu yang disembunyikan dibalik wajah yang tertunduk adalah pedang penebas napsu yang membunuh siapa saya yang berniat buruk padanya :)

Perempuan yang dirindukan adalah perempuan yang menyembunyikan sorot tajam matanya dari tatapan dan saling menatap, tatapannya hanya seperlunya terbalut oleh sipu malu, tapi semua orang terpesona oleh tunduk matanya ini, semua takjub dan semua kagum, dimata manusia ia adalah pelita dan dimata ALLAH ia adalah mutiara :) subhanallah…

Ia indah bukan karena cantik parasnya tapi cantik hatinya, jika siang ia berhijab dan jika malam jangan cari ia dikebisingan lampu lampu sorot kota, atau ditengah kebisingan dunia karena ia berada diatas sajadah, meletakan kening beningnya dan memohon ampunan kepada ALLAH atas ria, atas fitnah dan atas khayalan kaum Adam yang memujanya, matanya sembab karena takut kepada ALLAH jika kecantikannya telah menjadikannya tangan setan untuk menjadi penggoda karena pada naluri setiap perempuan ingin dipuja :)

Perempuan yang dirindukan adalah perempuan yang lugu namun tidak bodoh, pikirannya jernih karena diamnya adalah dzikir dan bicaranya adalah dakwah, ia tak pernah kehilangan arah karena Al Quran dan Hadits telah dijadikannya GPS [global positioning system] hidupnya, setiap langkahnya ia niatkan untuk mencari ridho ALLAH, ujian dan bahagia dijadikannya ladang ibadah :)

siapa yang tak ingin menjadi wanita seperti ini dan siapa yang tak ingin menjadikannya istri :) semoga semua perempuan termasuk saya akan mulai mengikuti langkahnya karena perempuan seperti ini adalah oase di padang tandus, pelita dikegelapan dan ia adalah bidadari yang diturunkan ALLAH ke bumi untuk menjadi kalifah, iya inilah perempuan yang sangat diinginkan kehadirannya oleh bumi dan dinantikan kepulangannya di syurga :)

amin ya ALLAH…..jadikanlah kami perempuan yang dapat menjadi petunjuk ke jalanMU ya ALLAH hanya jalanMU ^_^